0

Hankyung’s Story [Part 2]

Siwon POV

Kubuka pintu kamar 13. Tampak didalamnya Hankyung sedang menatap kosong kearah luar jendela. Kusimpan bubur ayam yang kubawa keatas meja. Kuperhatikan, tampaknya ia tak sadar akan kehadiranku.

“Hyung, aku datang.” Ujarku sambil menyentuh pundaknya.

“Ah, Siwonshii! Apa kabar.” Ujarnya sambil tersenyum tipis kearahku.

“Baik hyung. Aku selalu baik. Kurasa.” Ujarku pelan sambil mengajaknya berbaring lagi diatas tempat tidur.

“Apa maksudmu dengan kata ‘Kurasa’?” Tanya hyung tampak bingung.

“Ah, sudahlah hyung. Lupakan saja.” Ujarku sambil mengeluarkan bubur ayam dari dalam kantong plastik.

“Ah, kau ini. Selalu saja begitu. Selalu saja kau membuatku khawatir.” Ujarnya pelan sambil menggelengkan kepalanya.

Aku pun tersenyum.

“Hyung tak perlu khawatir padaku. Aku selalu baik-baik saja. Nah, sekarang hyung lihat apa yang kubawa. Bubur ayam spesial, sekarang hyung makan ya.” Ujarku sedikit bersemangat dengan maksud ia bersemangat juga.

“Aku tak berselera.” Ujarnya datar sambil memalingkan wajah dariku.

“Aduh, kalau hyung tidak makan nanti hyung sakit.” Ujarku sedikit kecewa.

“Aku tidak mau. Lagipula aku sudah sakit.” Ujarnya dingin sambil terus berpaling dariku.

“Ayolah hyung. Kata umma’nya hyung, hyung sudah tidak makan tiga hari ini. Bahkan diasuapi oleh umma’nya hyung pun tak mau, padahal hal yang paling hyung inginkan kan disuapi umma’nya hyung. Ayolah hyung, aku jauh-jauh kemari karena khawatir pada hyung.” ujarku sedih.

“Tapi aku tidak mau disuapi. Aku juga tak mau makan. Buat apa aku makan kalau aku tidak berselera?” ujarnya datar sehingga membuatku tak habis pikir.

“Tapi kalau hyung tak makan, bagaimana hyung bisa sembuh? Apa hyung mau mati?” ujarku kesal namun kucoba untuk menahannya.

“Mungkin.” Ujarnya dingin seraya menutup wajahnya dengan selimut.

Aku pun menghela nafas panjang. Tak mengerti dengan jalan fikir hyung’ku yang satu ini. Aku tahu ia banyak masalah, tapi bukan berarti ia tidak makan sama sekali. Kutarik selimutnya secara perlahan.

“Hyung, tatap aku.” ujarku tegas.

Hankyung hyung pun menatapku dengan malas.

“Tampaknya ada sesuatu yang hyung pikirkan. Coba ceritakan padaku. Siapa tahu aku bisa membantu.” Ujarku berusaha bernada bersahabat

Hankyung hyung menatapku lekat-lekat. Aku menunggunya sampai ia mulai bicara. Ia pun menarik nafas panjang.

“Eunlan.” Ujarnya lirih sekali.

“Maaf? Hyung bilang apa tadi?” ujarku tanpa maksud untuk menyindir hyung, tapi memang suara hyung tak terdengar.

“Aku mau bertemu Eunlan.” Ujarnya dengan tatapan kosong.

Aku kaget bukan main. Kutatap hyung dengan tatapan tak mengerti.

“Ya ampun hyung. kurasa kita sudah selesai dengan masalah ini.” Ujarku sedikit kesal.

“Tapi aku tak bisa berhenti memikirkannya. Aku sudah terlanjur jatuh hati padanya. Jangan paksa aku melupakannya karena aku tak bisa.” Ujarnya sambil memelas seakan mau menangis dan kurasa ia sudah menangis.

“Tapi kita sudah setuju kalau Eunlan itu tak ada. Kau sendiri juga bilang kalau Eunlan tak ada. Bukan begitu?” ujarku yang tampaknya dibuat stress oleh Hankyung hyung.

“Iya, aku tahu. Tapi bayang-bayangnya selau ada. Ingatan bersamanya saat itu begitu melekat didalam benakku. Dia begitu nyata.” Ujarnya bersikeras.

“Tapi Eunlan tak ada.” Ujarku.

“Ada. Eunlan ada.” Ujarnya marah.

“Dia tak pernah ada.” Ujarku marah juga.

Hankyung hyung pun menatapku. Tampak sekali ia marah padaku. Ia pun menarik nafas panjang.

“Kau tak mengerti. Dan kurasa kau tidak akan mengerti. Kau tidak merasakan perasaanku saat itu. Saat dimana aku menghabiskan waktu dengannya. Memang bukti tentang kehadirannya tak ada, namun saat ia menyentuhku, memainkan piano, saat tanganku menyentuh pinggangnya, bahkan saat aku megalungkan kalung itu dan membisikan kata saranghae di telinganya, itu semua begitu nyata. Sangat nyata. Dan kau tak akan pernah tau rasanya itu.” Ujarnya mencoba tenang.

“Iya, aku tidak akan pernah tahu rasanya karena aku ini bukan hyung. kau tahu? Aku sudah lelah untuk meyakinkanmu bahwa Eunlan itu tak ada. Tapi hyung selalu…. Ah, sudahlah! Sebaiknya hyung makan.” Ujarku sambil mengambil kotak berisi bubur ayam yang tampaknya sudah dingin.

“Aku tidak mau.” Ujarnya sambil memalingkan wajahnya dariku.

Aku kesal bukan main namun tak tahu harus berbuat apa. Tiba-tiba pintu dibuka, dari luar pun muncul Leeteuk hyung, Yesung hyung, dan Sungmin hyung. Aku lupa kalau mereka akan datang kemari. Menyusulku.

“Anneyong hasseo.” Ujar mereka bertiga serempak.

Leeteuk hyung pun menaruh bungkusan diatas meja. Yesung hyung dan Sungmin hyung pun menghampiri Hankyung hyung ke sisi tempat tidur. Aku benar-benar tak bisa bicara lagi. Aku pun terduduk di sofa dekat aku berdiri.

“Loh? Hyung mukanya merah? Habis menangis?” ujara Sungmin hyung tiba-tiba dengan kagetnya.

Mulai lagi pembicaraan yang akan berlangsung lama.” Ujarku dalam hati.

Suasana langsung sunyi seketika. Leeteuk hyung, Yesung Hyung dan Sungmin hyung menatapku. Kuisyaratkan bahwa aku tak tahu apa-apa.

“Kalian berantem lagi?” Tanya Leeteuk.

Tak ada yang menjawab dari aku ataupun Hankyung hyung.

“Oh, tuhan. Ayolah..!!! Apa yang kalian permasalahkan sekarang? Eunlan lagi?” Tanya Leeteuk hyung yang ternyata sudah tahu keadaannnya.

“Dia tak mau percaya padaku hyung.” ujar Hankyung hyung.

Aku benar-benar kaget dan malas berdebat lagi.

“Tapi dia memang tak ada.” Ujarku kesal.

“Tapi dia ada. Kalian percaya padaku kan?” Tanya Hankyung hyung begitu memelas.

“Iya. Kami percaya padamu.” Ujar Yesung hyung berusaha menenangkan.

“Oh, yang benar saja.” Ujarku kesal sambil keluar dari ruangan itu dan membanting pintunya.

*******************************

Leeteuk hyung pun menyusulku dan menyuruhku untuk berhenti.

“Siwon, tunggu! Berhentilah dulu. Mari kita bicara!” ujarnya sambil setengah berlari.

“Ada apa lagi?” Tanyaku kesal sambil memberhentikan langkahku.

“Ayolah Siwonshii, pahami kondisinya. Lagipula dia kan soulmate’mu!” ujarnya.

“Tapi ia harus diingatkan. Ia tak bisa terus menerus hidup dengan bayang-bayang Eunlan. Dia harus menerima kenyataan bahwa Eunlan itu tak pernah ada.” Ujarku tegas.

“Tapi semua itu butuh proses. Ada waktunya.” Ujarnya sambil menyentuh pundakku.

“Oh, sudahlah.” Ujarku sambil menepis tangannya dan pergi meninggalkan.

Aku kesal sekali. Padahal maksudku kan baik. Aku sayang pada hyung. aku tak mau ia hidup dalam bayang-bayang Eunlan. Kulangkahkan kakiku ke basement. Kearah mobilku. Namun tiba-tiba tanganku ditarik seseorang.

“Maaf? Kau siwon.” Ujarnya.

Aku pun berbalik.

“Oh, syukurlah. Ternyata benar kau. Kau habis menjenguk Hankyung?” ujar umma Hankyung itu.

“Ah, ajumni! Anneyong hasseo.” Ujarku sesopan mungkin.

“Siapa yang menemani Hankyungshii?” Tanya ajumni.

“Ada Leeteuk hyung, Yesung Hyung dan Sungmin hyung. Sekarang aku mau pamit pulang ajumni.” ujarku.

“Tunggu dulu, bisakah kau kerumah kami sekarang? Sebentar lagi adik Hankyungshii pulang. Tak ada orang dirumah.” Ujarnya memohon padaku.

Aku kaget.

“Adik? Setahuku Hyung tak punya adik.” Ujarku heran.

Continue reading