Call You Mine [Part – 7]

Author            : @tyasung

Cast    : Kris (Wu Yifan), Kai (EXO K), Han Seon Kyu, Kang Lee Hyo

Genre : Romance

Length : Chapter

Rating            : General

^^^^^^^^^^

Hujan belum juga reda. Entah sudah berapa kali aku melirik jam tanganku namun 15 menitpun belum berlalu sejak Jongdae oppa memulai makan siangnya. Kedua perawat yang duduk di meja sebelahku masih belum meninggalkan tempat mereka. Jongdae oppa sepertinya benar-benar mencuri perhatian mereka.

Aku yang bingung bagaimana menghabiskan waktuku akhirnya meniru kegiatan kedua perawat disebelahku—mencuri-curi pandang Jongdae oppa.

Setelah aku perhatikan beberapa saat, aku menyadari ia mencat rambutnya menjadi warna coklat tua dan kulit putihnya masih sama seperti dulu. Those things sure bring me some memories…

DEG.

Mata kami bertemu. Aku langsung berbalik dan berharap kalau Jongdae oppa tidak mengenaliku.

“Han Seon Kyu?”

Suara Jongdae oppa. Aku berbalik dan tersenyum dengan canggungnya.

“Ah, aku pikir aku salah orang, hahaha…”

Jangan. Tolong jangan keluarkan tawa itu lagi.

“Apa kau sakit? Kenapa kau ada disini?” tanya Jongdae oppa sambil terus menatapku.

Aku mengalihkan pandanganku karena aku rasa aku tak akan sanggup bertatapan terus dengannya.

“Ani—sama sekali tidak.”

Jongdae oppa menggerakkan kepalanya mencari mataku. “Lalu, kenapa kau disini?”

“Ah, itu… aku menjenguk temanku. Dia, sedang sakit dan dirawat disini.”

“Geuraeyo? Aku bersyukur karena kau sehat-sehat saja… Kalau boleh tahu, temanmu itu sakit apa—oh, dan siapa namanya? Mungkin aku bisa membantunya selama dia dirawat disini.”

“Eh? Namanya?”

Jongdae oppa terlihat heran dengan tingkah kikukku, lalu mengangguk, “Ya, namanya, Seon Kyu-ya.”

“Namanya… Kang Lee Hyo.”

“Ah, Kang Lee Hyo-ssi, Kang Lee Hyo-ssi…”

Aku benar-benar mengutuk diriku sendiri karena berbohong. Jongdae oppa terlihat sangat berusaha mengingat-ingat nama Lee Hyo.

“Baiklah, nanti mungkin akan aku cek di daftar pasien.”

“Ye? Ani, ani. Aku rasa dia akan segera pulang sebentar lagi. Oppa tidak perlu repot-repot…”

Jongdae oppa menggeleng ringan. “Repot? Seorang dokter tentu tidak boleh menganggap pasiennya merepotkan…”

Aku hanya bisa mengangguk dan lagi-lagi tersenyum canggung. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi nanti kalau Jongdae mengetahui kebohonganku ini.

“Seon Kyu-ya,” Jongdae oppa memanggilku lembut seakan ingin menarik perhatianku dan itu berhasil.

“Bagaimana kabarmu—ah, kau tahu, terakhir kita bertemu, kita tidak bisa mengobrol lama karena—”

“Aaah, ye, ye. Karena aku mabuk dan meracau hal-hal yang memalukan… Haah, aku ingin mati saja setiap aku mengingatnya.”

“Hahaha, hal itu sudah terjadi lama sekali. Aku pikir kau sudah melupakannya…”

Melupakannya? Mana bisa aku melupakan pertemuan kita kembali untuk yang pertama kalinya sejak oppa menghilang tak tahu kemana.

“Ah, aku belum memberi oppa selamat! Selamat karena telah resmi menjadi dokter! Aku tahu oppa pasti berhasil…”

“Gomapta Seon Kyu-ya. Aku masih dokter baru disini. Aku belum menjadi dokter tetap rumah sakit ini. Ada kemungkinan aku dipindahkan…”

“Aku berharap oppa akan selalu sukses dimana saja oppa ditempatkan nanti…”

“Terima kasih atas doamu, Seon Kyu-ya,” ucap Jongdae oppa yang lalu mengusap-usap kepalaku lembut.

Entah kenapa reflek aku mundur menghindari tangannya.

“Ah, mian…” Tingkahku barusan jelas membuat Jongdae oppa merasa bersalah dan merubah keadaan di antara kami menjadi kembali canggung.

“Ah, hujan sudah reda… Aku… aku rasa aku akan pulang sekarang,” aku berdiri dari dudukku setelah memastikan hujan telah benar-benar reda.

Terdengar Jongdae oppa menghela napasnya sebelum ia ikut berdiri.

“Aku pulang dulu… Hmm… aku senang bisa bertemu oppa hari ini,” ucapku lalu membungkukkan badanku.

“Tunggu, Seon Kyu-ya,” ucap Jongdae oppa menarik tanganku.

Aku menatapnya, menunggunya berbicara.

“Bolehkah aku—ah, ani, kalau kau tidak keberatan, boleh aku minta nomor ponselmu?”

Apa ini? Pertanyaannya barusan tentu saja berhasil membuatku sedikit berharap kembali padanya.

“Aku, aku tidak akan memaksamu kalau permintaanku barusan membuatmu tidak nyaman…” lanjutnya lagi setelah melihatku terdiam beberapa saat.

Aku akhirnya menggeleng lalu merogoh tasku untuk mencari selembar kertas memo dan menuliskan nomor ponselku di atasnya.

“Gomawoyo, Seon Kyu-ya. Aku sangat senang bisa bertemu denganmu…”

……….

I’m home…

“Kau sendirian?” tanya Kris yang tiba-tiba muncul dari balik pintu dapur. Aku hanya bergumam menjawabnya. “Kau pasti menyuruh Kai untuk pulang…”

“Aku pikir pemeriksaannya akan berjalan lama jadi aku meninta Kai untuk tidak menunggu.”

“Kau memang keras kepa—ah! Bagaimana hasil pemeriksaannya? Apa bayiku baik-baik saja?” seru Kris sambil berlari kecil menghampiriku yang sedang mengistirahatkan tubuhku di sofa setelah berdiri sepanjang jalan di dalam bis.

Aku menoleh dan menatap pria berusia 23 tahun ini. “Bayimu baik-baik saja. Tenang saja, dia akan baik-baik di dalam perutku.”

“Ya, kau mengatakannya seakan-akan kau telah memakan anakmu sendiri…”

DRRT. DRRT. DRRT.

Aku merogoh tasku dan melihat ada satu pesan masuk ke ponselku. Aku rasa jantungku akan berhenti saat itu juga saat melihat membaca pesan yang ternyata dari Jongdae oppa.

“Pesan dari mana?” tanya Kris ingin tahu sembari mendekatkan kepalanya ke ponselku.

“Ani—bukan dari siapa-siapa,” jawabku reflek menarik ponselku lalu memasukkannya kembali ke tasku.

Kris menatapku curiga. “Apa yang kau sembunyikan, Seon Kyu-ya?”

“Tidak ada. Tadi hanya pesan dari teman lama, tidak lebih,” jelasku berusaha setenang mungkin. Aku tidak tahu kenapa aku harus menyembunyikan pesan itu dari Kris, tapi anehnya aku seperti sedang berselingkuh darinya.

“Ah, aku akan mandi dulu,” lanjutku mengalihkan topik pembicaraan lalu segera meninggalkan ruang tengah, tentu saja aku tak lupa membawa tasku.

……….

Kris’s POV

~satu jam sebelumnya~

“Kai, kau masih bersama Seon Kyu?”

“Ah, sudah kuduga dia lupa memberitahumu. Dia menyuruhku untuk tidak menunggunya, tapi sekarang aku sudah ada di tempat parkir rumah sakit untuk menjemputnya. Hujan tiba-tiba turun, jadi yah…”

“Baiklah kalau begitu. Aku sempat khawatir karena dia tidak membawa payung—”

“—ah, hyung aku melihatnya! Sepertinya dia sedang menunggu hujan reda di kantin rumah sakit.”

“Geuraeyo? Kalau begitu cepat jemput dia. Aku tak sabar mendengar hasil pemeriksaan kandungannya.”

“Arasseo, hyung. Tapi Seon Kyu sedang mengobrol bersama seseorang. Aku rasa dia dokter. Apa mungkin mereka masih membicarakan soal kandungan Seon Kyu?”

“Mwo?” aku melihat jam tanganku yang menunjukkan pukul setengah 12 siang—jam istirahat. “Apa dokter itu perempuan?”

“Ani. Dia laki-laki dan Seon Kyu terlihat kurang nyaman. Apa aku harus ke sana dan menjemputnya?”

Dokter? Laki-laki? Entah kenapa aku punya firasat buruk tentang ini karena dokter Park—dokter kandungan Seon Kyu adalah perempuan. “Jangan. Aku minta tolong padamu untuk memperhatikan mereka berdua sampai Seon Kyu pulang. I beg you.”

“Eh? Arasseo, arasseo.”

“Gomapta, Jongin-ah. Tolong beritahu aku saat Seon Kyu pulang.”

Setelah memutuskan panggilan, pikiranku semakin tak tenang dengan apa yang barusan aku dengar. Apa mungkin laki-laki itu Kim Jongdae?

Kurang dari setengah jam setelah itu aku mendapatkan pesan dari Kai yang memberitahu kalau Seon Kyu pulang sendirian menggunakan bus.

~flashback ends~

Rasa penasaranku masih belum hilang. Saat Seon Kyu mandi aku mencari ponselnya dan membuka satu pesan masuk dari nomor tak dikenal.

 

From   : unknown number

Han Seon Kyu, apa kau sudah sampai di rumah dengan selamat?

Ah, ya. Ini nomorku. Aku harap kau mau menyimpannya.

-Kim Jongdae-

 

Firasatku benar.

……….

Seon Kyu’s POV

“Seon Kyu-ya, bagaimana kalau kita mulai menyiapkan kamar bayi?”

“Ye? Apa tidak terlalu cepat?”

Kris terdiam sejenak terlihat berpikir. Belakangan ini aku perhatikan pikirannya sedang tidak tenang.

“Aku pikir tidak ada salahnya menyiapkan segalanya dari awal…”

Aku menghela napasku sambil menggeleng. “Jangan terburu-buru. Jenis kelaminnya saja belum diketahui. Apa kau mau menebak-nebak?”

Laki-laki berambut coklat ini kembali terdiam.

“Kau kenapa? Apa ada yang terjadi dengan tugas akhirmu?” tanyaku mulai khawatir kalau masalah kehamilanku ini mengganggu tugas akhirnya.

Ia menggeleng lalu menatapku. “Aku menyayangimu, Seon Kyu-ya.”

“Mwo—kenapa tiba-tiba, Kris?”

Kris masih terus menatapku dan tentu saja hal itu membuatku sedikit gusar. “Can I kiss you?

Aku tertawa kecil mendengar permintaannya barusan. “You’re such a kid, Kris.” Aku mendekatkan wajahku padanya dan mengecup bibirnya lembut. Ingin sekali rasanya aku melompat ke pelukannya dan mencium laki-laki yang sudah menemaniku selama hampir tujuh tahun ini sepuas yang aku mau, tapi aku tahu hal itu akan semakin membuat Kris berharap kepada hubungan kami.

How dare you to tease me like that?” protesnya saat bibir kami berpisah.

“Mwo? Okay, no more kisses for you, Kris!” jawabku pura-pura marah padanya.

Kris terdiam tak membalasku. Tak lama terdengar helaan napasnya.

“Wae? Belakangan ini kau terlihat aneh. Apa ada yang mengganggu pikiranmu, Kris?”

Tiba-tiba Kris menatapku lekat-lekat lalu meraih tanganku. “Aku ingin menanyakan satu hal padamu…”

Spit it out.

“Jika suatu saat pria yang bernama Kim Jongdae itu muncul dan ingin kembali padamu, apa kau akan menerimanya lagi?”

“Ah, mwoya… I won’t answer that kind of question.

Why?

“Aku tidak akan menjawabnya, Kris. Pertanyaan apapun asal bukan soal ini.”

You met him, didn’t you?

Aku sontak menoleh ke arahnya dan jujur saja aku tidak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutku. “Itu—itu bukan urusanmu, Kris.”

You did, huh? Pada pemeriksaan kandungan selanjutnya aku yang akan mengantarmu dan menemanimu sampai selesai. I won’t let you meet him again.

“Apa kau akan melanjutkan pembicaraan ini, Kris?”

I know you hate this kind of conversation, but you’re pregnant now.

Yes, I am. But I don’t see any problem with that, Kris.”

“Apa dia tahu mengenai kehamilanmu?” pertanyaan Kris barusan tepat mengenai sasaran.

Aku terdiam. Tak mau menjawab pertanyaannya barusan.

Tiba-tiba Kris menghela napas sembari berdiri dari duduknya. “Bagaimana kalau dia tahu? Siapa yang akan lebih kecewa, kau, aku, atau laki-laki itu?” ucap Kris lalu pergi masuk ke dalam kamarnya.

……….

~satu bulan kemudian~

Hari ini aku akan melakukan pemeriksaan kembali pada kandunganku yang sudah berusia tiga bulan. Dari luar memang belum terlihat jelas, tapi aku sudah bisa merasakan keberadaan janinku yang terus bertumbuh ini.

“Apa yang akan kau lakukan jika nanti kau bertemu dengannya lagi?” tanya Kris yang akhirnya berbicara setelah diam selama hampir setengah perjalanan ke rumah sakit.

Aku menatapnya heran kenapa ia masih saja mengungkit-ungkit topik tersebut sampai sekarang. “Like, seriously, Kris, do you have to bring up that topic right now?

Kris hanya menganggukkan kepalanya singkat.

“Haah… Mungkin aku hanya akan menyapanya, tidak lebih.”

That’s good,” jawab Kris singkat.

Keheningan kembali menghampiri kami sampai setibanya kami di rumah sakit. Kris buru-buru keluar mobil lalu berlari kecil untuk membukakan pintu mobilnya untukku. Ia mengulurkan tangannya untuk aku raih sambil tersenyum tipis.

Antrian pemeriksaan kandungan hari ini sepertinya lumayan sepi. Belum 15 menit kami menunggu, namaku sudah dipanggil untuk masuk ke ruang pemeriksaan. Tangan Kris yang sejak tadi menggenggam tanganku terasa dingin. Apa dia setegang itu?

“Ah, Han Seon Kyu-ssi, sejauh ini tidak ada yang perlu dikhawatirkan mengenai kandungan Anda, tapi saya harap Anda bisa menjaga pola makan karena berat badan Anda harus tetap stabil.”

“Apa hal itu akan mempengaruhi janinnya?” tanya Kris yang sepertinya masih terlihat tegang.

Dokter Song mengangguk, “Tentu saja. Kalau berat badan terus turun, kemungkinan besar nutrisi untuk janin tidak akan terpenuhi.”

“Kau dengar tadi apa kata dokter? Kau harus banyak makan, Seon Kyu-ya!” seru Kris saat kami keluar dari ruang pemeriksaan.

“Ne, ne, arasseo, Mr. Wu!” jawabku sedikit sebal dengan omelannya. Kalau sudah berhubungan dengan kehamilanku, terkadang Kris memang sedikit menyebalkan namun juga lucu.

……….

“Ah, Seon Kyu-ya!”

DEG. Aku langsung melepaskan genggaman tangan Kris. Tidak seharusnya aku belok kanan tadi.

“Jongdae oppa…”

“Ah, kau Kris, ‘kan? Aku tidak menyangka kita bisa bertemu lagi di sini,” sapa Jongdae oppa yang hanya disambut anggukan oleh Kris.

Jujur saja aku merasa canggung berada di situasi seperti ini. Kris kembali menggenggam tanganku seakan ingin memberitahu Jongdae oppa bahwa aku adalah milikinya.

“Kebetulan sekarang sedang jam istirahat. Bagaimana kalau aku traktir makan siang? Aku harap kalian tidak menolaknya…”

Aku menatap Kris menunggu jawaban darinya karena entah kenapa aku tak berani mengambil keputusan pada saat seperti ini.

“Baiklah, kebetulan kami juga belum makan siang,” jawab Kris akhirnya.

Jongdae oppa tersenyum lalu berjalan terlebih dahulu di depan kami. Kris yang sedari tadi belum mau melepaskan tanganku terasa semakin erat menggenggamnya seperti anak kecil yang takut terpisah dari ibunya.

……….

“Ah, biar aku yang tuangkan,” ucap Jongdae oppa meraih botol soju dari tangan Kris.

Kris mengangguk dan mendekatkan gelasnya pada Jongdae, “Gomapseumnida.”

“Seon Kyu-ya, kemarikan gelasmu,” minta Jongdae oppa sambil menyodorkan botol soju yang ada di tangannya.

“Ah.” Kris menahan gelas yang aku pegang lalu menuangkan air putih ke dalamnya. “Seon Kyu sedang tidak boleh minum alkohol sekarang…”

“Geuraeyo? Apa kau sedang tidak sehat Seon Kyu-ya?” tanya Jongdae oppa terlihat khawatir. Aku hanya bisa mengangguk pelan lalu meneguk air putih dari gelasku.

“Maagnya kambuh lagi, jadi untuk sementara dia memang tidak boleh membebani lambungnya…” jelas Kris pada Jongdae oppa seolah-olah dialah dokternya di sini.

Jongdae oppa mengangguk mengerti lalu meneguk sojunya, “Aaah. Padahal sudah lama sekali aku tidak minum denganmu Seon Kyu-ya.”

“Ye, mungkin lain kali…”

“Hmm, omong-omong, bagaimana kabar ibumu, Seon Kyu-ya?”

“Ne? Ibuku? Ehm, entahlah… aku sudah lama tak bertemu dengannya.”

Jongdae oppa terlihat sedikit terkejut mendengar jawabanku tadi. “Apa kalian bertengkar?”

“Ani, hanya saja… aku—aku ingin coba hidup sendiri, ya, aku ingin mandiri dan tidak mau merepotkan ibuku lagi.”

“Ah, begitu rupanya…” jawab Jongdae oppa singkat.

Tak lama makanan yang kami pesan datang dan kami berempat langsung menyantap santap siang kami dengan keheningan. Aku benar-benar benci situasi seperti ini.

“Seon Kyu-ya, kenapa kau tidak memakan kimchimu?” tegur Kris padaku.

“Kris, penderita maag memang tidak boleh makan sawi,” sela Jongdae oppa yang kemudian membantuku menyisihkan sawi dari makananku.

……….

Kris’s POV

“Kris, terima kasih karena telah menjaga Seon Kyu dengan baik.”

Aku menghela napas lalu meneguk sojuku. “Aku menjaganya bukan untukmu. Aku hanya ingin melihatnya bahagia.”

Sejak Seon Kyu pergi ke kamar mandi, keheningan sempat menghampiri kami berdua, tapi tak kusangka dia akan membuka pembicaraan denganku mengenai Seon Kyu.

“Begitupun denganku. Aku senang bisa bertemu dengannya lagi, tapi tentu saja akan lebih menyenangkan lagi kalau ia sedang tidak berbadan dua seperti sekarang.”

Ucapannya barusan tentu membuatku terkejut. “Kau tahu?”

“Tentu saja, saat pertama kali aku bertemu dengan Seon Kyu di rumah sakit dia bilang kalau temannya sedang di rawat. Aku periksa nama pasien dan kau tahu betapa terkejutnya aku saat melihat nama Han Seon Kyu ada di daftar pasien pemeriksaan kandungan.”

Aku kembali menuang soju ke gelasku lalu meneguknya.

“Aku tak menyangka kau akan berbuat sejauh ini terhadap Seon Kyu. Aku akan—”

“Akan apa? Akan mengambilnya kembali? Kau pikir Seon Kyu adalah barang yang bisa seenaknya kau buang lalu kau pungut lagi?” potongku yang mulai terbawa emosi.

“Kris, tenanglah. Aku tahu kau tidak akan melepaskannya begitu saja, tapi bagaimana kalau Seon Kyu yang ingin lepas darimu? Apa yang akan kau lakukan? Kau ingin dia bahagia ‘kan?”

Hal seperti itu tentu saja pernah terbesit dipikiranku dan sebisa mungkin aku tidak akan membiarkannya.

“Jongdae-ssi, aku akan memberitahumu sesuatu. Hidup kami sudah cukup bahagia selama ini, apalagi dengan akan kedatangan dari bayi kami.”

Jongdae tertawa sinis. “Kau terus menggunakan kata ‘kami’ dan bukannya ‘aku’. Apa kau begitu yakin kalau Seon Kyu benar-benar bahagia bersamamu?”

“Maaf, apa kalian menunggu lama? Seon Kyu tiba-tiba datang dengan ekspresi heran di wajahnya. “Apa aku melewatkan sesuatu?” Tanyanya yang merasakan suasana canggung di antara kami.

Aku menggeleng lalu berdiri dari dudukku. “Terimakasih banyak atas makan siangnya, Kim Jongdae-ssi. Kami pulang dulu,” ucapku sembari menarik lengan Seon Kyu berjalan ke luar restoran.

“Ya! Ada apa dengan kalian? Apa kalian bertengkar?”

“Mana mungkin kami bertengkar…” jawabku singkat sambil membukakan pintu mobil untuk Seon Kyu.

……….

Seon Kyu’s POV

Pertemuan kembali dengan Jongdae oppa sama sekali tidak bisa membuatku senang ataupun tenang. Hal ini dikarenakan sikap Kris yang semakin posesif terhadapku. Entah sudah berapa kali aku memergokinya sedang memeriksa ponselku secara diam-diam.

“Kris, aku rasa kau tidak perlu bersikap belebihan seperti ini,” ujarku padanya yang baru menutup teleponnya.

Ia menatapku lalu menghela napasnya. “Aku melakukan ini demi kebaikanmu, Seon Kyu-ya. Aku tidak mau kenangan masa lalu kalian malah menjadi beban untukmu.”

Aku menggeleng tak percaya mendengar ucapannya barusan. Beban? Sikapmu sekaranglah yang akan membebaniku, Kris.

“Apa janjiku saja tidak cukup untukmu? Bukankah aku sudah beribu-ribu kali meyakinkanmu bahwa aku tidak akan bertemu dengannya lagi?”

Kris menggaruk tengkuknya terlihat sedikit gusar. “Aku percaya. Aku percaya padamu, tapi aku mencarikanmu rumah sakit lain bukan seratus persen karena Kim Jongdae. Aku hanya kurang yakin pada doktermu sekarang.”

“Hah… Aku tau itu hanya alibimu, Kris. Sudah berapa rumah sakit yang kau hubungi namun kau masih juga belum menemukan rumah sakit yang menurutmu sesuai.”

“Aku melakukan semua ini demi kebaikanmu, Seon Kyu-ya. Kau tau kandunganmu tidak terlalu sehat dari awal, ‘kan?”

Aku menatapnya jengah lalu beranjak dari dudukku. “Terserah kau saja, Kris.”

“Ya, mau kemana kau?” tanya Kris sambil berjalan mengikutiku ke pintu keluar.

Aku mengenakan mantel, syal dan juga sepatu bootsku lalu membuka pintu. “Aku hanya ingin cari udara segar. Kau tak perlu ikut, I guess.”

Kris yang sepertinya mengerti situasiku hanya berdeham lalu berkata, “Baiklah, kalau ada apa-apa, hubungi saja aku.”

Setelah pintu rumah tertutup air mata yang sedari tadi aku bendung akhirnya jatuh juga mengalir ke pipiku. Malam yang dingin ini terasa lebih nyaman aku habiskan di luar rumah.

Kakiku terus membawaku berjalan selama hampir setengah jam dan akhirnya aku berhenti di sebuah mini market. “Sedikit soju mungkin tidak apa-apa,” gumamku.

Aku mengambil dua botol soju dan satu cup ramen instan faforitku lalu berjalan ke kasir. Mataku tertuju pada rak rokok yang berada di belakang petugas kasir. Tanpa berpikir aku arahkan telunjukku pada salah satu kotak rokok bermerk langgananku, “Tolong tambah satu kotak rokok itu.”

“Haah… Aku sangat merindukan saat-saat seperti ini,” ujarku setelah menghembuskan asap rokok dari mulutku.

……….

Author’s POV

Entah sudah berapa kali Kris melirik jam dinding yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terus mondar-mandir menunggu Seon Kyu yang tak kunjung pulang.

“Ia sudah pergi selama hampir dua jam. Kemana saja dia?” gerutu Kris sambil beberapa kali berdecak kesal.

Kris berusaha untuk menahan dirinya untuk tidak menghentikan Seon Kyu pergi dan sekarang tangannya sangat gatal ingin menghubungi Seon Kyu.

Tak lama Kris mendengar suara pintu rumahnya terbuka. Dengan langkah cepat ia berjalan untuk melihat siapa yang datang.

Seon Kyu masuk dan segera melepaskan syal beserta mantelnya. Ia lalu menatap Kris yang masih terlihat gusar. “You okay?

“Maafkan aku, Seon Kyu-ya. Selama kau pergi aku berpikir kalau sikapku tadi memang sedikit keterlaluan—“

“Sedikit?” potong Seon Kyu.

Kris menghela napasnya lalu membenarkan ucapannya, “Baiklah-baiklah, tidak sedikit. Sikapku memang keterlaluan. Aku hanya—hanya tidak mau melihatmu menangis menyedihi pria itu lagi…”

“Sst, sst, sst… Kau selalu khawatir berlebihan, Kris,” jawab Seon Kyu yang lalu berjalan dengan sisa kesadaran yang ia punya.

Kris yang menyadari keanehan Seon Kyu menggandeng dan menuntunnya berjalan ke ruang tengah. “Apa kau mabuk?” tanya Kris akhirnya yang mulai mencium aroma alkohol dari tubuh Seon Kyu.

“Sedikiiit… Aku hanya minum sedikiiit saja tadi, Kris… Heuk.”

What’s with you?!” ujar Kris terdengar sedikit frustasi mengetahui Seon Kyu yang tengah mengandung minum alkohol. Ia bangkit lalu berjalan ke dapur untuk mengambilkan segelas air putih untuk Seon Kyu.

Saat Kris kembali Seon Kyu langsung meneguk segelas air putih tersebut tanpa jeda. “Haah… Segarnya!”

“Ah, ya. Aku membawakanmu oleh-oleh, Kris,” tambah Seon Kyu sembari merogoh saku jaketnya.

Seon Kyu menyodorkan sekotak rokok yang ia beli di mini market kepada Kris sambil menyunggingkan senyumnya.

Dengan cepat Kris mengambil kotak tersebut dan memeriksa isinya. “Satu, dua, tiga, em–Kau menghabiskan enam batang?!” seru Kris tak percaya.

“Mianhae… Aku hanya sedang sangat membutuhkannya, Kris… Heuk!”

Kris menghela napasnya berat. “Usia kandunganmu sudah memasuki empat bulan, Seon Kyu-ya. Kau tidak bisa—Ah, sudahlah. Ayo aku antar kau ke kamarmu.”

“Aku berjanji tidak akan mengulangi sikapku tadi dan aku harap kau juga tidak akan mengulangi perbuatanmu malam ini, Seon Kyu-ya,” ujar Kris sembari membenarkan selimut Seon Kyu.

Seon Kyu mengangguk sambil tersenyum. Ia lalu meraih tangan Kris dan menggenggamnya. “Bisakah malam ini kau tidur di sini, bersamaku, Kris?”

You sure?” tanya Kris tidak yakin karena semenjak kehamilannya, Seon Kyu selalu menolak atau bahkan menghindar setiap Kris ingin menemaninya tidur.

Yeah, it’s been a long time, isn’t it? Please? Just for tonight.

Kris terdiam sejenak. Bukan sedang berpikir untuk menerima permintaan Seon Kyu atau tidak, melainkan hanya sedikit terkejut.

“Tentu saja, Seon Kyu-ya,” jawab Kris akhirnya.

Entah karena mabuk atau tidak, Seon Kyu pun tidak tahu apa yang membuatnya meminta Kris untuk tidur bersamanya.

……….

2:00 AM

“Ah.” Seon Kyu terbangun sambil memegangi perutnya yang terasa sakit. Rasa sakit yang melebihi apapun, bahkan jauh lebih sakit dibanding saat maagnya kambuh.

Seon Kyu berguling perlahan merubah posisinya mencoba mengabaikan rasa sakitnya. Saat ia berbalik, wajah tidur Kris yang tenang menyambutnya. Hal ini membuatnya senang namun sama sekali tidak mengurangi rasa sakit di perutnya.

Tak lama ia merasakan sesuatu mengalir di antara pahanya. Betapa terkejutnya Seon Kyu saat membuka selimutnya. “Kris, Kris!” seru Seon Kyu panik membangunkan Kris.

Kris mengedip-ngedipkan matanya sebelum terbuka sempurna. “Ada apa, Seon Kyu-ya?”

I’m bleeding! I’m bleeding, Kris!”

 

~TBC~

Maaf karena part 7 ini keluarnya lama. Terima kasih yang masih setia menunggu lanjutan FF ini J Part 8 akan diusahakan keluar cepet yaa~ Selamat membaca dan harap tinggalkan kritik dan saran ^^

2 thoughts on “Call You Mine [Part – 7]

Leave a comment