Standard

Unwanted Wedding – Part 2

Junho’s POV

Sudah beberapa hari ini aku lihat ‘pasangan hidup’ku ini selalu murung dan tidak bersemangat seperti biasanya. Sudah bebereapa minggu ini pula pangerannya tidak datang kemari untuk mengunjunginya. Apa itu penyebab sikap murungnya ini?

“Hey, agassi,” tegurku pada Hae Rim yang sudah beberapa hari belakangan sering menghabiskan waktu sorenya di halaman belakang rumahnya.

Ia menoleh tanpa memberi jawaban.

Aku duduk di sampingnya. “Kau kenapa?”

Ia menatapku sebentar, “Kenapa? Nan gwaenchana..”

Jawabannya barusan sama sekali tidak mendukung sikapnya dalam beberapa hari ini dan juga wajahnya yang terlihat kuyu, ditambah lagi lingkaran hitam di kedua matanya.

“Kalau kau mau, kau bias cerita padaku. Aku akan mendengarkanmu..” tawarku yang lalu hanya ia jawab dengan gelengan.

Akhirnya aku menyerah lalu berdiri berniat untuk kembali ke dalam rumah, tapi sesuatu menarik kaosku dari belakang. “Waeyo?” tanyaku pada si pelaku.

“Menurutmu.. kenapa Jinki tak pernah mengunjungiku lagi belakangan ini?” terdengar keraguan dari pertanyaannya barusan.

Aku kembali duduk di sampingnya lalu menarik nafas dalam. “Ternyata benar dugaanku, sikapmu aneh karena laki-laki itu..”

Hae Rim terlihat sempat ingin mengelak tapi percuma karena dugaanku tepat.

“Mungkin.. ada wanita lain?” ucapku sedikit menggodanya.

Selama beberapa detik tak terdengar tanggapannya. “Jinki bukanlah laki-laki seperti itu, aku yakin sekali..” ucapnya sambil menundukkan kepalanya terdengar lirih.

“Yak, apa kau menangis? Aku hanya bercanda..” aku sedikit panik saat mulai mendengar isakan darinya.

Ia menggeleng, “Ani, aku tidak menangis..” jawabnya masih sedikit terisak.

Aku jadi merasa tak enak karena telah membuatnya menangis. “Omo, jeongmal mianhae Hae Rim-ssi..”

“Dua hari lagi adalah anniversary kami yang pertama.. dan Jinki terlihat sama sekali tak peduli..” isakkannya terdengar semakin menjadi.

“Jinjjayo? Ah, mungkin dia sibuk dengan pekerjaannya..” ucapku mencoba memberikan pemikiran positif padanya.

Lagi-lagi ia menggeleng, “Ia tidak pernah seperti ini selama kami menjalin hubungan. Aku merasa ia menghindariku tanpa aku tahu apa penyebabnya..”

Sebuah ide tiba-tiba muncul di otakku. “Bagaimana kalau kau memberinya kejutan pada hari anniversarry kalian nanti? Kalau kau mengizinkanku, aku akan membantumu sebisaku sebagai permintaan maafku yang telah membuatmu menangis tadi,” tawarku.

“Jeongmal? Kau mau membantuku?” tanyanya dengan ragu.

Aku menganggukkan kepalaku dan tersenyum semeyakinkan mungkin. “Kau bisa memberinya kejutan di rumahnya. Aku akan menyiapkan semua apa yang kau butuhkan.”

Ia mengangguk-anggukkan kepalanya terlihat setuju dengan ideku barusan.

***

Hae Rim’s POV

Hari berikutnya, sepulangnya dari kantor, aku langsung meminta Junho mengantarku ke supermarket untuk berbelanja bahan-bahan cake yang akan aku buat.

“Junho-ya!” Junho reflek berbalik mendengar seorang wanita memanggil namanya sesampainya kami di supermarket.

“Anyeonghaseo, agassi..!” sahutnya sembari berjalan menghampiri wanita itu lalu mengecup pipinya singkat.

Ah, sepertinya wanita itu kekasihnya. Aku baru menyadari bahwa Junho memanggilnya ‘agassi’ sama seperti saat ia memanggilku. Apa ia memanggil semua wanita dengan panggilan itu?

“Hyo Rin-ah, kenalkan, ini Hae Rim.. kau tau ‘kan siapa dia?” ujar Junho yang lalu membuyarkan lamunanku.

Wanita yang bernama Hyo Rin itu mengangguk, “Tentu saja, Kim Hae Rim, istri dari kekasihku, haha.. Terdengar aneh memang, tapi itu kenyataannya dan aku harus bersabar untuk–“

“Sudahlah, aku dan Hae Rim harus berbelanja,” potong Junho yang sepertinya merasa terganggu dengan ucapan kekasihnya itu.

“Ah, boleh aku ikut? Aku juga harus membeli sesuatu di dalam.” tanya Hyo Rin.

“Tentu saja,” aku tersenyum pada Hyo Rin begitupun sebaliknya. Menurutku dia wanita yang baik dan ramah.

Junho hanya diam lalu berjalan duluan memasuki supermarket.

Aku sudah mendapatkan semua yang kubutuhkan dan aku lihat belum ada satupun barang yang Hyo Rin bawa.

“Hyo Rin-ssi, apa kau sudah mendapatkan apa yang ingin kau beli di sini?” tanyaku sedikit heran karena daritadi ia hanya mengikuti aku dan Junho mencari bahan-bahan cake.

Ia menggaruk tengkuknya terlihat bingung, “Ah, ini dia.” ucapnya lalu mengambil satu kotak rokok.

“Sudah berapa kali aku bilang untuk berhenti merokok, agassi?” tegur Junho terdengar sedikit kesal.

Hyo Rin terlihat tak memperdulikan perkataan Junho lalu menyodorkan sekotak rokok itu pada kasir untuk kemudian ia bayar.

“Kalian tunggu disini, aku akan mengambil mobil.” Ucap Junho sebelum berjalan ke arah parkiran.

Sekarang tinggal aku dan Hyo Rin yang sama-sama diam, suasanapun menjadi sedikit canggung. Sampai tiba-tiba Hyo Rin membuka pembicaraan, “Junho adalah laki-laki yang sangat baik, bukan?”

Aku hanya menatapnya lalu mengangguk kecil.

“Ia sangat menghormati wanita dan memperlakukan wanita dengan baik. Hal itulah yang membuatku masih menunggunya sampai sekarang..” ucapnya lagi.

“Kalau aku boleh tahu, sudah berapa lama kalian berpacaran?” tanyaku sedikit penasaran.

Ia menerawang sebentar sambil menghitung jari-jarinya, “Aku pikir sudah 23 bulan.”

“Omo, sudah hampir dua ta—“

“Aku duduk di depan,” potongnya lalu berjalan ke mobil Junho yang sudah sampai di depan kami.

Sepertinya aku harus menarik kembali pemikiran baikku tentang wanita ini. Baik dan ramah? I don’t think so..

Selama hampir setengah perjalan pulang Junho dan Hyo Rin hanya diam dan aku yang sekali-sekali memeriksa ponselku jika ada balasan SMS dari Jinki.

“Kau tahu,” ujar Hyo Rin tiba-tiba. “Aku kembali merokok karena aku merasa hanya rokoklah yang bisa meringankan beban pikiranku,” lanjut Hyo Rin sambil mengusap bahu Junho lalu melirikku –dengan pandangan yang tak bisa kuartikan- di kursi belakang.

Junho menghela nafasnya. “Apa beban pikiran itu, agassi?”

“Yah.. Kau tahulah,” jawab Hyo Rin sambil lagi-lagi kembali memberi tatapan yang sama padaku.

Sebenarnya apa maksud tatapannya itu? Apa ia takut kalau aku akan merebut Junho darinya?

Beberapa saat kemudian Junho memberhentikan mobilnya di depan sebuah apartemen.

“Apa kau tak mau mengantarku sampai di dalam?” tanya Hyo Rin manja.

Akhirnya Junho kembali melajukan mobilnya ke arah basement.

“Hae Rim-ssi, kau tunggu sebentar di sini, arachi?” perintah Junho sambil melihatku dari kaca spion. Aku hanya menjawabnya dengan anggukan singkat.

Setelah sekitar 15 menit Junho kembali lalu masuk ke mobilnya. “Yak, kenapa kau tidak pindah ke depan? Kau pikir aku supirmu?” sahutnya ketus.

Aku yang sudah sedikit mengantuk akhirnya menurutinya untuk pindah ke kursi depan. Junho mulai melajukan mobilnya ke arah rumah.

“Maaf atas perkataan Hyo Rin tadi..” ucapnya mulai membuka pembicaraan.

“Gwaenchana, aku mengerti perasaannya,” jawabku sembari meregangkan punggungku yang pegal.

Setelah itu tak ada jawaban lagi dari Junho.

***

Aku bangun sangat pagi hari ini. Terlalu semangat menyiapkan segala hal untuk nanti malam. Mulai dari persiapan cake, sampai setelan baju yang akan aku pakai nanti malam.

Junho sudah aku minta untuk mengantarku ke apartemen Jinki sekitar jam 11 malam nanti. Aku berencana untuk menyelinap masuk ke dalam apartemennya menggunakan kunci cadangan yang pernah Jinki berikan padaku.

***

Junho’s POV

Tepat pukul 11.45 PM kami sampai di basement apartemen Jinki. Hae Rim terlihat antara gugup dan sangat senang.

“Berapa nomor apartemennya?” tanyaku padanya yang masih sibuk merapihkan poninya di kaca spion.

“Nomor 2352 lantai 4,” jawabnya singkat.

“Baiklah, aku akan ke atas dulu untuk memastikan keadaan aman. Aku akan menghubungimu nanti,” ucapku sambil melepas sabuk pengamanku. Hae Rim hanya mengangguk singkat masih membenarkan rambutnya.

Aku memasuki lobby sambil terus memperhatikan keadaan sekitar. Tak lama aku seperti melihat Jinki yang sedang menggandeng tangan seorang wanita berjalan memasuki lift. Aku cepat-cepat menyusul mereka menaiki tangga darurat karena lift yang lain sedang ada perbaikan.

Sesampainya di lantai 4, mataku mencari-cari pria yang aku lihat tadi. Ternyata pria dan wanita tadi masuk ke apartemen nomor 2352. Apa yang dilakukan Jinki dengan wanita itu di apartemennya? Apa yang sebaiknya aku katakan pada Hae Rim?

Drrt.. drrt.. drrt..

“Yeoboseyo, agassi?”

“Apa kau sudah di sana? Apa keadaan aman?”

“Ah, aku sudah di depan kamarnya. Sepertinya Jinki sedang tidak ada di rumah, bagaimana kalau besok kita kembali kesini?”

“Aigo, justru lebih baik, bukan? Baiklah, aku kesana sekarang. Kau tunggu di sana, arasseo?”

“Ah, jamkkan!”

Tut.. tut.. tut..

Bagaimana ini, Hae Rim pasti akan sangat terluka jika tahu Jinki sedang bersama yeoja lain.

“Junho-ssi!” panggil Hae Rim yang masih mengatur nafasnya.

Aku menghampirinya, “Cepat sekali kau sampai..”

“Tentu saja! Aku sangat mendambakan hal ini,” jawabnya sambil merogoh saku mantelnya lalu mengeluarkan kunci cadangan kamar Jinki.

“Jamkkan, apa kau benar-benar tak mau menunggu sampai besok? Aku janji akan mengantarmu kembali ke sini besok,” ujarku masih mencoba untuk merubah niatnya.

Ia menggeleng pasti, “Aku tidak mau merepotkanmu lagi, Junho-ssi. Kau bisa pulang setelah aku masuk..”

Cklek..

Aku mengikutinya masuk ke dalam sambil berjalan hati-hati karena lampu dimatikan.

“Nuguya?” sebuah suara –yang sepertinya suara Jinki—muncul.

Aku merasa Hae Rim melangkah maju, “Jagi, kau di rumah?”

Ctek. Lampu menyala.

“Hae Rim?” Jinki terlihat sangat terkejut saat melihat kekasihnya dengan sebuah cake berlilin angka 1 di tangannya.

“Yeobo, ada siapa..” tiba-tiba wanita yang aku lihat di lobby tadi keluar dari kamar.

“Jinki.. siapa wanita itu?” tanya Hae Rim lirih.

Jinki mnoleh ke belakang di mana wanita itu berada. “Ah, aku bisa menjelaskannya, Rim-ah..”

Hae Rim menjatuhkan cakenya begitu saja ke lantai lalu berjalan ke arah pintu, “Junho-ssi, mari kita pulang. Sepertinya aku sudah tidak ada urusan lagi di sini.”

BUGH!

“Begitu mudahnya kau menyakiti perasaan wanita itu?” ucapku setelah mendaratkan satu tinjuku di pipi kirinya. Aku segera berlari menyusul Hae Rim.

***

“Jadi itu alasannya kenapa kau memintaku datang besok?” ujar Hae Rim sambil terisak di perjalan pulang kami.

“Jeongmal mianhae, aku hanya tak mau kau kecewa seperti sekarang ini..”

“Ani, lebih baik aku tahu sekarang daripada harus dibohonginya lebih lama lagi. Gomawoyo, Junho-ssi..”

Aku menatapnya sebentar, “Terimakasih untuk apa?”

“Terimakasih untuk memukulnya tadi,” jawab Hae Rim sambil tertawa kecil.

Jujur saja, aku senang mendengar tawanya lagi.

“Cheonmaneyo, agassi..”

Sesampainya di rumah, kami langsung masuk ke kamar kami masing-masing. Jam tanganku sudah menunjukkan pukul setengah dua malam dan aku benar-benar butuh istirahat.

***

Hae Rim’s POV

Betapa terkejutnya aku saat menemukan sebuket mawar merah di depan pintu rumah. Aku membawanya ke dalam rumah sambil membuka sepucuk surat yang ada di antara mawar-mawar tersebut.

To: Kim Hae Rim

Maafkan aku. Aku benar-benar menyesal atas kejadian semalam. Aku bisa menjelaskan semuanya padamu. Aku harap kau mau menemuiku jam 1 nanti di Air Cafè dan mendengarkan penjelasanku.

Love,

Lee Jinki

“Apa itu mawar dari Jinki?” tanya Junho yang tiba-tiba muncul di belakangku.

Aku mengangguk singkat lalu berbalik menyerahkan surat itu kepada Junho. “Apa aku harus menemuinya?”

Junho menaikkan kedua bahunya, “Itu terserah padamu saja. Kalau kau ingin kembali padanya dan mempercayainya lagi, pergilah.”

“Kau mau mengantarku?” tanyaku padanya.

Ia terlihat berpikir sejenak sebelum mengangguk menyetujui permintaanku.

***
@ Air Cafè

“Hae Rim-ah,” sahut Jinki pelan sambil melambaikan tangannya saat melihatku memasuki cafè.

Aku menghampirinya dengan Junho di belakangku. Bukan keinginannyalah ikut masuk bersamaku, tapi aku yang memintanya.

“Kau mau pesan apa?” tawar Jinki hanya padaku. Ia jelas terlihat tidak suka dengan kehadiran Junho.

“Sebaiknya langsung saja. Apa yang ingin kau jelaskan?” tanyaku tanpa basa basi.

Jinki berdeham lalu melirik Junho.

“Hae Rim-ssi, lebih baik aku menunggumu di luar saja,” ucap Junho sembari berdiri. Aku hanya mengangguk pelan sebelum Junho meninggalkan meja.

“Silahkan memulai penjelasannya,” ucapku.

“Pertama-tama aku ingin meminta maaf sebesar-besarnya. Aku akui aku salah. Aku hanya merasa kesepian dan sedikit takut..”

“Kesepian? Kau sendiri yang selalu menghindariku, dan apa yang kau takutkan?” balasku sedikit kesal.

Jinki meraih tanganku dan menggenggamnya, “Bukan maksudku menghindarimu, aku.. hanya iri melihatmu dekat dengan Junho walaupun aku tahu kalian akan berpisah nantinya. Takut, aku sangat takut kehilanganmu.”

“Menurutku penjelasanmu itu sangat tidak ada hubungannya dengan kenyataan yang aku lihat semalam. Menurutku kau bosan denganku. Apa aku benar?”

“Mwo?” ujarnya sambil mengernyitkan dahinya. “Kenapa kau bisa berpikiran seperti itu, Hae Rim-ah?”

Aku menghela nafas berat. “Terlihat jelas dari sikapmu. Sudahlah, aku harus pulang dan menyiapkan makan malam,” jawabku sembari beranjak dari tempat dudukku.

Tiba-tiba Jinki menarik tanganku untuk duduk kembali. “Hae Rim-ah, aku belum selesai bicara.”

“Aku rasa semua sudah jelas dan tak ada yang perlu dibicarakan lagi. Lepaskan tanganku!”

“Tidak sampai kau mau kembali duduk dan mendengarkanku,” ujarnya bersikeras.

Beberapa kali aku coba tarik tanganku tapi genggamannya terlalu kuat.

“Jinki-ssi, apa masih ada yang ingin kau bicarakan dengan ‘istriku’?” ujar Junho yang dengan paksa melepaskan tangan Jinki dari tanganku.

Jinki terlihat sangat kesal dengan perlakuan Junho barusan. “Ya! Apa maumu? Urus saja hidupmu sendiri!”

“Selama Hae Rim masih menjadi istri sahku, ia adalah tanggung jawabku,” balas Junho yang lalu menarikku keluar dari cafè.

***

“Junho-ssi—“, “Hae Rim-ssi—“ ucap kami bersamaan.

“Silahkan kau dulu saja,” ucapku.

“Maaf kalau aku lancang tadi,” ujarnya sembari tetap fokus menyetir.

Aku menoleh singkat ke arahnya, “Aniyo, aku justru sangat berterimakasih padamu. Sempat terpikir olehku untuk kembali duduk dan mendengarkan penjelasannya lagi.”

“Aku hanya tak suka melihat seseorang yang berlaku kasar pada wanita.. siapapun itu.” jelasnya.

Hyo Rin benar. Junho selalu bersikap baik kepada setiap wanita.

“Ah, tadi kau mau bicara apa?” tanyanya sebelum menghentikan mobilnya karena lampu merah.

“Jeongmal kamsahamnida,” jawabku singkat sembari menundukkan kepalaku.

Beberapa detik kemudian aku merasakan sebuah tangan mengusap rambutku lembut, “Cheonmaneyo, agassi.”

Aku mengernyitkan dahiku heran saat Junho memarkirkan mobilnya di sebuah restoran. “Apa kau keberatan kalau malam ini kita makan malam di sini?” tanya Junho sambil melepaskan seat beltnya.

“Sama sekali tidak,” jawabku sambil menggelengkan kepalaku.

Pada awalnya makan malam terasa hening, tapi lama kelamaan suasana restoran yang hangat membuat suasana di antara kami pun mencair.

“Terimakasih atas makan malamnya, Junho-ssi,” ucapku saat keluar restoran.

Ia mengangguk pelan lalu meraih tangaku untuk digenggamnya. Jujur saja aku sempat terkejut dengan sikapnya ini, tapi entah kenapa aku tak ingin melepaskan genggamannya dari tanganku ini dan malah menyandarkan kepalaku ke bahunya. Aku merasa sangat nyaman.

***

Pagi ini aku terbangun dengan senyuman di wajahku. Entah mengapa aku merasa sangat senang pagi ini.

“Di mana wanita itu?!” tiba-tiba aku mendengar teriakan seorang wanita dari luar kamar.

Penasaran, segera ku kenakan kardiganku dan berjalan ke luar kamar. Ternyata Hyo Rin. “Hyo Rin-ssi?” tegurku sedikit heran melihatnya ada di sini pagi-pagi.

“Ya! Neo..” Hyo Rin menatapku marah dan tak menghiraukan Junho yang sedari tadi terlihat menenangkannya.

“Hyo Rin-ah, mau apa kau?” sentak Junho yang lalu menarik lengan Hyo Rin agar wanita itu menatapnya.

Hyo Rin menghapus air matanya dengan lengan jaket rajutnya. “Geu yeoja! Aku membencinya!”

“Waeyo? Apa Hae Rim membuat kesalahan padamu?” tanya Junho heran, begitupun aku.

“Dia ingin merebutmu dariku! Apa kau tidak menyadarinya?!” jawab Hyo Rin dengan suara tinggi.

Aku menggelengkan kepalaku tidak menyangka dengan tuduhan yang barusan Hyo Rin katakan. “Hyo Rin-ssi, aku sama sekali tak berniat untuk merebut Junho darimu. Kenapa kau bisa berpikiran seperti itu?”

“Cih, lalu kenapa pacarmu itu memutuskanmu? Kau telah mengkhianatinya, kan?”

Amarahku benar-benar tak terbendung lagi. Kenapa ia bisa semudah itu memutar balikkan fakta?

“Hyo Rin! Kau sudah keterlaluan!” bentak Junho pada Hyo Rin.

Hyo Rin menatap Junho. Terlihat sekali kekecewaan dari wajahnya. “Kenapa kau membela wanita itu?!”

“You know nothing about her, Hyo Rin. Jangan sekali-sekali menjelek-jelekkannya!” Junho terlihat sangat marah kali ini.

Ting Tong..

Kami bertiga dengan reflek langsung menoleh ke arah pintu dari mana bunyi bel barusan berasal.

Junho berdeham sejenak, “Aku mohon, kalian tenang dulu,” lalu berjalan ke arah pintu dan membukanya.

“Ah, Junho-ssi. Apa anakku ada?” betapa terkejutnya aku saat mendengar suara yang sangat familiar itu.

“Appa? Apa appa kemari sendiri?” seruku sembari berjalan menghampirinya yang masih berdiri di depan pintu.

“Ani, aku minta supirku untuk mengantarku ke sini. Aku merindukan anakku dan tentu saja menantuku ini,” jawab appa sembari menepuk pundak Junho yang sedari tadi menunduk.

“Silahkan masuk, abeoji,” ujar Junho mempersilahkan ayah mertuanya itu masuk, sedangkan aku menuntun appa yang berjalan menggunakan tongkat.

Langkah appa terhenti saat melihat Hyo Rin yang dari tadi masih terdiam di tempatnya berdiri. “Nugu? Apa dia temanmu?” bisik appa padaku yang sepertinya cukup keras untuk di dengar dua orang lain yang ada di ruangan itu.

“Ani, aku adalah kekasih Junho,” jawab Hyo Rin dengan tegas.

~TBC~

By: tyasung

Maaf ini ff lama banget beresnya terus masih to be continue pula 😦 belakangan ini banyak tugas jadi susah mau lanjut ff *bow*. Sebenernya ini mau dijadiin 2 part, tapi keterusan dan (sepertinya) bakal jadi 3 part. Makasih untuk yang nungguin ff ini, yang mau baca dan ninggalin komen jeongmal kamsahamnida~ *bow*

4 thoughts on “Unwanted Wedding – Part 2

  1. komen part 1 sama 2 satuin aja ya . .

    Bagus kok ffnya , asal lanjutannya jangan terlalu lama ya mba’e , ditunggu secepatnya ^^

  2. Kayaknya aku ninggalin komen deh di chapter satunya, cuma bukan menggunakan akun wordpress waktu itu.___.

    Namanya dlwnsghek kan? Pasti authornya tau deh X3 #jiaaa

    Oh, ngapain tuh Hyorin ngaku-ngaku sebagai kekasih Junho? Jelas-jelas gue lagi pedekate sama Junho 😛 #dirajam

    Jinki-ah~ aku gak ngerti pemikiranmu sama sekali. Boleh gue dupak gak lo? 😀 #plak

    Lanjut~
    Buat chapter selanjutnya lebih hot(?) ya!! 🙂

  3. ​‎​(¬_¬) Jiiªªªªªªªªннн:OX_X®. …. Bener kan jinki punya pacar baru … Wah junho ~ hae rim mulai akur …. ​•̸X_X•̸X_X•̸ªªª♏џџη~η•̸X_X•̸X_X•̸ ϑέčĥ. Hyo rin … Genit n maksa bgt ya ? Gawat hae rim appa tau …

Leave a reply to twelveexoplanet Cancel reply